KSBSI Kaltim Nilai Kenaikan UMP 6,5 Persen Belum Cukup, Sebut Angka Itu Hanya untuk Buruh Lajang

SAMARINDA, KALTIM (situs togel) — Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyatakan penolakan terhadap besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kaltim tahun 2026 yang ditetapkan sebesar 6,5 persen. Menurut KSBSI, angka kenaikan tersebut dinilai belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak buruh yang sudah berkeluarga, dan hanya sesuai untuk buruh dengan status lajang.

Sikap ini disampaikan Ketua KSBSI Kaltim, Damianus L. Balo, di Samarinda, Kamis (20/11/2025), menyusul penetapan UMP oleh Dewan Pengupahan Provinsi.


Kritik KSBSI: Angka Kenaikan Belum Mencapai KHL

 

Damianus L. Balo menjelaskan bahwa penolakan ini didasarkan pada perhitungan kebutuhan hidup riil buruh di Kaltim, terutama dengan mempertimbangkan status ibu kota negara (IKN) baru yang berada di Kalimantan Timur.

  • Fokus Kebutuhan Keluarga: KSBSI berargumen bahwa perhitungan kenaikan UMP seharusnya mengacu pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang memperhitungkan buruh yang sudah menikah dan memiliki tanggungan (istri dan anak).

  • Standar Buruh Lajang: “Kenaikan 6,5 persen itu, kalau kita hitung, hanya cukup untuk buruh yang masih lajang. Bagaimana dengan buruh yang sudah punya istri dan dua anak? Mereka pasti tidak akan bisa menutupi biaya hidup, sewa rumah, dan sekolah,” tegas Damianus.

  • Inflasi dan IKN: KSBSI menyoroti bahwa dampak pembangunan IKN telah memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dan biaya sewa rumah di sekitar Samarinda dan Balikpapan. Kenaikan 6,5 persen tidak sebanding dengan laju inflasi dan kenaikan biaya hidup di kawasan IKN.

Permintaan Revisi dan Harapan Pemerintah Daerah

 

KSBSI Kaltim mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim, khususnya Gubernur, untuk meninjau kembali keputusan UMP 2026.

  1. Revisi Persentase: KSBSI menuntut agar kenaikan UMP Kaltim minimal mencapai angka 9 hingga 10 persen untuk memastikan daya beli buruh yang sudah berkeluarga tidak tergerus inflasi.

  2. Transparansi Perhitungan: Mereka juga meminta transparansi dalam penggunaan formula perhitungan UMP agar komponen KHL buruh berkeluarga benar-benar menjadi fokus utama.

  3. Dampak Jangka Panjang: KSBSI memperingatkan bahwa UMP yang tidak layak akan memicu gelombang urbanisasi yang tidak sehat menuju pusat IKN, sementara buruh di daerah lain kesulitan bertahan.

Hingga saat ini, Pemerintah Provinsi Kaltim belum memberikan respons resmi terhadap desakan revisi UMP 2026 yang disuarakan oleh KSBSI.